Tanya Jawab

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum shalat sambil membaca mushaf al quran

JIKA HAFALAN TIDAK BANYAK  .Asy-Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah mengatakan,  يجوز لك أن تردد السور في صلاة التراويح، لعموم قول الله تعالى: ﴿فاقرءوا ما تيسر من القرآن﴾.  "Kamu boleh mengulang-ulangi surah-surah pada shalat tarawih berdasarkan keumuman kandungan firman Allah ta'ala,  فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ   "Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an." QS. Al-Muzammil: 20 (Fatawa Nur 'alad Darb, kaset no. 26)  Jadi hanya membaca surah yang itu-itu saja karena keterbatasan hafalannya ini tidak masalah. Dan bila ingin membaca surah yang belum dia hafal pada shalat tarawih dia bisa membacanya dari mushaf.  SHALAT DENGAN MEMEGANG MUSHAF  Berkata Imam al-Bukhari rahimahullah,  وَكَانَتْ عَائِشَةُ يَؤُمُّهَا عَبْدُهَا ذَكْوَانُ مِنَ المُصْحَفِ "Aisyah radhiyallahu 'anha pernah shalat dan yang menjadi imam ialah budak beliau yang bernama Dzakwan dengan membaca dari mushaf." (Kitab al-Adzan: Bab Imamah al-'Abdi wa al-Maula)  ▪️ Imam Nawawi rahimahullah mengatakan,  وَهَذَا الَّذِي ذَكَرْنَاهُ مِنْ أَنَّ الْقِرَاءَةَ فِي الْمُصْحَفِ لَا تُبْطِلُ الصَّلَاةَ مَذْهَبُنَا وَمَذْهَبُ مَالِكٍ وَأَبِي يُوسُفَ وَمُحَمَّدٍ و أَحْمَدَ "Pendapat akan sahnya shalat dengan membaca melalui mushaf yang saya sebutkan ini merupakan madzhab kami (Syafi'iyah), Malik, Abu Yusuf, Muhammad asy-Syaibani, dan Ahmad." (Al-Majmu', IV/95)  ▪️ Al-Allamah Ibnu Baaz rahimahullah menerangkan,  فلا حرج على المؤمن أن يقرأ من المصحف إذا دعت الحاجة إلى ذلك في التراويح, أو في قيام الليل, أو في صلاة الكسوف؛ لأن المقصود أن يقرأ كتاب الله في هذه الصلوات, وأن يستفيد من كلام ربه-عز وجل-وليس كل أحد يحفظ القرآن, أو يحفظ السور الطويلة من القرآن فهو في حاجة إلى أن يسمع كلام ربه, وأن يقرأه من المصحف فلا حرج في ذلك. وقد رأى بعض أهل العلم منع ذلك ولكن بدون دليل "Tidak masalah bagi seseorang untuk membaca dari mushaf ketika diperlukan di shalat tarawih, shalat malam, atau shalat gerhana. Karena tujuan utamanya ialah untuk membaca Al-Qur'an pada saat shalat-shalat tersebut dan mengambil pelajaran darinya.  Tidak setiap orang hafal Al-Qur'an atau hafal surah-surah panjang. Dalam keadaan dia perlu untuk mendengarkan firman Allah. Jadi tidak masalah membacanya melalui mushaf. Sebagian ulama tidak membolehkan namun tanpa pegangan dalil." (Fatawa Nur 'alad Darb, IX/454-455) SIAPKAN MEJA KECIL ATAU KURSI UNTUK MELETAKKAN MUSHAF SAAT POSISI RUKUK Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah mengingatkan point ini,  ويلاحظ أن السنة والأفضل أن يوضع على كرسي مرتفع يكون حول المصلي يضعه عليه, فإذا قام من السجود أخذه لا يضعه في الأرض؛ لأن احترامه متعين فإذا تيسر كرسي أو شيء مرتفع وضعه عليه, أما إذا ما تيسر شيء فلا بأس أن يضعه على الأرض النظيفة الطيبة "Dan perlu diingat, bahwa yang sunnah dan afdal ialah meletakkan mushaf di kursi yang dekat dengan tempat shalatnya. Lalu saat bangkit dari sujud dia ambil kembali mushafnya.  Dan jangan meletakkannya di lantai. Karena memuliakan Al-Qur'an hukumnya wajib.  Jadi bila ada kursi atau benda apapun yang berada di atas permukaan lantai; maka dia letakkan mushafnya di sana. Tapi bila memang tidak ada; tidak masalah diletakkan di lantai namun yang bersih dan suci." (Dinukil dari https://binbaz.org.sa/old/28793 )  YANG LEBIH UTAMANYA LEWAT HAFALAN  Tadi yang dibahas ialah tentang hukum, yaitu boleh membaca surah dengan memegang mushaf ketika sedang shalat. Akan tetapi apabila kita membahas tentang yang afdalnya, maka tentu jika membaca surah melalui hafalan ketika sedang shalat akan lebih baik. Al-Allamah Ibnu Baaz berkata,  من تيسر له أن يقرأ حفظاً فذلك أولى وأكمل، أما من لا يتيسر له ذلك لأنه لا يحفظ القرآن فلا مانع من أن يقرأ من المصحف  "Bagi yang mudah membaca surah (di dalam shalat) melalui hafalan maka ini lebih utama dan lebih sempurna, adapun jika seseorang kesulitan bila lewat hafalan maka tidak masalah membaca dari mushaf." (Fatawa Nur 'alad Darb)  Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menyebutkan alasannya,  وأما في الصلاة : فالأفضل أن يقرأ عن ظهر قلبوذلك لأنه إذا قرأ من المصحف فإنه يحصل له عمل متكرر في حمل المصحف ، وإلقائه ، وفي تقليب الورق ، وفي النظر إلى حروفه ، وكذلك يفوته وضع اليد اليمنى على اليسرى على الصدر في حال القيام ، وربما يفوته التجافي في الركوع والسجود إذا جعل المصحف في إبطه ، ومن ثَمَّ رجحنا قراءة المصلي عن ظهر قلب على قراءته من المصحف  Apabila di dalam shalat maka yang utama dia membaca surah melalui hafalan. Karena jika membaca dari mushaf maka dia akan melakukan gerakan yang terus-menerus untuk memegangi mushaf, meletakkannya, memindahkan halaman, dan melihat kepada huruf-hurufnya.  Demikian juga akan membuatnya terlepas dari sunnah meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di dada ketika sedang berdiri, dan bahkan juga bisa terlepaskan dari melebarkan lengan di posisi rukuk dan sujud apabila dia meletakkan mushaf di ketiaknya. Dengan alasan-alasan ini kami berpendapat agar orang yang mengerjakan shalat membaca surah melalui hafalannya saja daripada dia membaca dari mushaf." (Al-Muntaqa min Fatawa asy-Syaikh Shalih, pertanyaan no. 16)  Tapi kembali lagi pada pembahasan sebelumnya, jika dia perlu untuk memegang mushaf ketika shalat maka tidak masalah.   -- Jalur Masjid Agung @ Kota Raja -- Hari Ahadi [ Penggalan pembahasan Risalah Fushul fish Shiyam ] https://t.me/nasehatetam/6256 ------------------------- IMAM MEMBACA MUSHAF Pertanyaan:   Bismillah, seorang imam masjid mengimami jamaah shalat fardhu dengan membaca mushaf al-Qur’an di depannya. Apakah imam seperti ini ada contohnya (dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat)? Apakah ada dalil yang menganjurkannya? Apakah bukan bid’ah?  muh__________@gmail.com Menjawab pertanyaan tersebut kami bawakan beberapa fatwa ulama berikut ini: 1. Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin Soal:  Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala memberkahi Anda. Ini adalah sebuah surat dari seorang pendengar (Radio Idza’atul Quran), saudara fillah bernama Khalifah, seorang siswa dari Libya yang tinggal dan belajar di Yugoslavia. Ia berkata dalam suratnya, “Saya mengirim surat ini untuk bertanya kepada Anda, dengan mengharap taufik dari Allah….” Ia berkata dalam pertanyaannya, “Pertama, bolehkah seseorang melakukan shalat dan membaca langsung dari mushaf?” Jawab: Ya, seseorang diperbolehkan membaca al-Qur’an dari mushaf ketika shalat apabila dia tidak hafal al-Qur’an. Adapun jika dia hafal, lebih bagus dia membaca dengan hafalannya. Hal itu karena membawa mushaf dalam shalat mengakibatkan: a. Seseorang tidak meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di dadanya. Ini berarti meninggalkan sunnah. b. Mata akan lalai melihat tempat sujud karena terfokus pada mushaf. c. Gerakan melihat dari satu baris ke baris yang lain dan dari satu sisi ke sisi yang lain, menjadi aktivitas tersendiri untuk mata. d. Gerakan membawa mushaf, meletakkannya, dan membuka lembaran-lembarannya. Jika seseorang tidak membutuhkan hal-hal tersebut, tanpa diragukan, menghindarinya adalah lebih bagus. Adapun jika ia membutuhkannya, misalnya dia tidak hafal al-Qur’an, tidak mengapa ia membawa mushaf dan membacanya. Pertanyaan kedua: Apakah boleh membaca mushaf dalam shalat jahriyah (yang bacaannya dikeraskan) dan itu shalat fardhu/wajib? Jawab: Ya, boleh melakukan shalat dengan melihat mushaf, karena hal itu bukan gerakan yang banyak bagi orang yang shalat. Kesibukan pandangan di sini adalah kesibukan yang terkait dengan maslahat shalat sehingga tidak meniadakan (sahnya) shalat. Inilah pendapat yang kuat di antara pendapat para ulama, yaitu seseorang boleh membaca mushaf dalam shalat fardhu dan shalat wajib. (Rekaman acara Nurun ‘Alad Darb, Siaran Radio Idza’atul Qur’an) ## 2. Fatwa asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz Tidak mengapa membaca mushaf dalam shalat tarawih karena dengan begitu bisa memperdengarkan kepada makmum seluruh al-Qur’an (tiga puluh juz). Selain itu, dalil-dalil syar’i dari al-Qur’an dan al-Hadits menunjukkan disyariatkannya membaca al-Qur’an dalam shalat. Dalil ini berlaku umum, baik membaca al-Qur’an dari mushaf maupun dari hafalan. Di samping itu, terdapat riwayat dari Aisyah bahwa beliau memerintahkan budaknya yang bernama Dzakwan untuk mengimaminya dalam shalat tarawih, dan dia membaca dari mushaf. Riwayat ini ada dalam Shahih al-Bukhari, diriwayatkan secara mu’allaq (tanpa menyebutkan sanadnya) dan majzum (dengan ungkapan kalimat aktif yang menunjukkan bahwa al-Bukhari mensahihkannya). (Majmu’ Fatawa Ibni Baz) ## 3. Fatwa Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan tentang Makmum yang Membaca Mushaf Kami menyaksikan sebagian makmum membawa mushaf untuk mengikuti bacaan imam. Hal ini tidak sepantasnya dilakukan karena hal-hal yang telah kami sebutkan (yaitu adanya gerakan yang terulang-ulang) dan mereka tidak perlu mengikuti bacaan imam. Benar, apabila imamnya tidak bagus hafalannya lalu mengatakan kepada sebagian makmum, “Shalatlah engkau di belakangku dan koreksi bacaanku dari mushaf jika aku salah,” lalu ia membenarkan bacaannya, ini tidak mengapa. (al-Muntaqa min Fatawa al-Fauzan) Demikianlah pendapat yang dikuatkan oleh para ulama tersebut. Ini adalah mazhab Syafi’i dan Hanbali. Alasan mereka adalah riwayat Aisyah  dalam Shahih al-Bukhari secara mu’allaq: وَكَانَتْ عَائِشَةُ يَؤُمُّهَا عَبْدُهَا ذَكْوَانُ مِنَ الْمُصْحَفِ “Budak ‘Aisyah, Dzakwan, telah mengimami beliau dengan (membaca) dari mushaf.” Para ulama tersebut juga menerangkan bahwa hal itu saat dibutuhkan, bisa jadi karena hafalan yang tidak bagus atau tidak hafal surat yang akan dibaca. Adapun gerakan yang dilakukan saat itu tidak berpengaruh terhadap sahnya shalat karena itu adalah gerakan ringan dan demi maslahat shalat, lebih-lebih jika hal itu memang dibutuhkan. Dalam masalah ini ada pendapat yang lain, yaitu mazhab Malikiyah. Mereka berpendapat makruhnya membaca dari mushaf dalam shalat fardhu secara mutlak. Adapun dalam shalat sunnah, mereka membolehkan tanpa ada kemakruhan jika sejak awal membaca dari mushaf, bukan dari pertengahan. Hal ini karena membaca mushaf sejak awal lebih sedikit gerakannya. Pendapat yang ketiga adalah mazhab Hanafi. Mereka berpendapat bahwa membaca dari mushaf membatalkan shalat secara mutlak. (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah) Yang paling kuat adalah pendapat yang pertama. Wallahu a’lam. Penulis: al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc. - https://asysyariah.com/imam-membaca-mushaf/ ------------------------- Menyimak Bacaan Imam dengan Melihat Mushaf Bolehkah seorang wanita ataupun seorang lelaki mengikuti/menyimak bacaan imam dengan melihat mushaf dalam pelaksanaan shalat tarawih? Jawab: Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah menjawab, “Tidak boleh bagi makmum, baik pria ataupun wanita mengikuti bacaan imam dengan melihat mushaf. Karena hal itu akan menyibukkannya dari amalan shalatnya tanpa ada hajat/kebutuhan untuk melakukan hal tersebut. Perbuatan seperti ini biasa dilakukan oleh sebagian pemuda sekarang. Padahal sepanjang yang kami ketahui, ini bukanlah amalan salaf, maka wajib ditinggalkan dan dilarang. Jangankan makmum, bagi imam yang memang berhajat untuk melihat mushaf saja diperselisihkan oleh ulama. Apatah lagi dengan makmum?” (Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatisy Syaikh Shalih bin Fauzan, 3/196,197) Sumber :  - https://asysyariah.com/menyimak-bacaan-imam-dengan-melihat-mushaf/ ---------------------------- BOLEHKAH IMAM MEMBACA AL-QUR'AN DARI MUSHAF KETIKA SHALAT TARAWIH? Al-Imam Muhammad bin Muslim az-Zuhry rahimahullah ditanya tentang hukum membaca al-Qur'an dengan melihat mushaf dalam shalat, maka beliau menjawab: ‏لم يزل المسلمون يفعلون ذلك منذ كان الإسلام. "Kaum muslimin terus melakukannya sejak munculnya Islam." Diriwayatkan oleh al-Marwazy dalam Qiyamul Lail, no. 233 https://t.me/forumsalafy/15473 --------------------------- APAKAH BOLEH SEORANG IMAM MEMBACA DENGAN MELIHAT MUSHAF AL-QUR'AN KETIKA SHALAT TARAWIH?  Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta berfatwa, ” القراءة بالمصحف في صلاة التراويح لا بأس بها إذا كان الإمام غير حافظ وقد ثبت ذلك عن جماعة من السلف “ “Membaca dengan melihat mushaf al-Qur'an pada shalat tarawih tidak mengapa, jika imam memang tidak hafal Al-Qur'an. Perkara tersebut telah tetap (shahih riwayatnya) dari sekelompok ulama salaf.” Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah 6/87 https://t.me/salafymajalengka/3319 ---------------------------
setahun yang lalu
baca 9 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum khatib dan imam shalat jumat / id orang berbeda

KHATIB DAN IMAM SHALAT JUM'AT ORANG YANG BERBEDA Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah Pertanyaan: في بعض المناطق يجعلون أحد الشباب يخطب الخطبة ، ويصلي الصلاة رجل آخر ، ومستمرون على هذا، فما حكم صلاتهم؟ Di beberapa wilayah menjadikan khatib dan imam pada shalat Jum'at dari orang yang berbeda, dan mereka selalu melakukannya. Apa hukum shalat mereka? . Jawab: ليس فيه بأس إذا كان الشاب يحسن الخطبة أكثر والإمام لا يحسنها إلا قليلا واستعملت الجهات المسئولة من يخطب بالناس خطبة أكثر فائدة فلا بأس ، ولا يلزم أن يتولى الصلاة والخطبة شخص واحد ؛ لأن الصلاة مستقلة عن الخطبة ، ولكن الأفضل والأولى أن يتولاهما شخص واحد ، وأن تختار الجهات المسئولة من يصلح لذلك تأسيًا بالنبي ﷺ وبخلفائه الراشدين وبأتباعهم بإحسان ، والله ولي التوفيق. Hal tersebut tidaklah mengapa apabila khatib memang mahir berkhutbah namun kurang mahir menjadi imam, sehingga lembaga pengurus masjid menunjuknya sebagai khatib saja karena demikian lebih baik, dan ini tidak mengapa. Tidak harus yang menjadi imam dan khatib adalah orang yang sama. Karena shalat dan khutbah adalah dua ibadah yang berbeda. Namun yang afdhal adalah keduanya dilakukan oleh satu orang. Dan lembaga pengurus sebuah masjid hendaknya memilih orang yang benar-benar pantas untuk melakukannya, dalam rangka meniru Nabi ﷺ, para Khulafaur Rasyidin, dan para pengikut setia mereka. Wallahu waliyyut taufiq. Majmu' Fatawa wa Maqalat Asy-Syaikh Ibnu Baz: 12/383 https://binbaz.org.sa/fatwas/5130/أحد-الشباب-يخطب-الخطبة-ويصلي-الصلاة-رجل-آخر 📲Join & Share Channel: https://t.me/salafy_sorowako https://t.me/assunnahsorowako --------- BOLEHKAH IMAM DAN KHOTIB BERBEDA?  Pertanyaan,  Alhamdulillaah. Mau bertanya ustadz, bagaimana hukum sholat ied dgn imam dan khotib yang berbeda. Termasuk ada larangan tidak..? Baarokallohu fiikum.. Jawaban,  al-Ustadz Abu Fudhail 'Abdurrahman bin 'Umar hafizhahullah,  Ini termasuk permasalahan yang terjadi perbedaan pandangan di kalangan ulama. Kita nukilkan secara ringkas penjelasan syekh Abdulaziz Ibnu Baz. Beliau rahimahullah berkata, فالأفضل والسنة أن يتولى الخطابة من يتولى الإمامة فيكون هو الإمام وهو الخطيب يوم الجمعة، وهكذا العيد، لكن لو قدر أن الخطيب لم يتيسر له ذلك بأن أصابه مانع أو حيل بينه وبين ذلك فالصلاة صحيحة، وهكذا لو صلى باختياره ولم يخطب بل استناب من يخطب عنه فلا بأس... فالصواب في هذا أنه لا بأس أن يتولى الإمامة غير من تولى الخطبة هذا هو الصواب؛ لأن هذه عبادة مستقلة وهذه عبادة مستقلة ولكن الأفضل والأولى أن يتولاهما واحد كما فعله النبي ﷺ والخلفاء بعده، السنة أن يكون الإمام هو الخطيب، لكن لو عرض عارض ومنع مانع فصلى غير الخطيب فلا بأس. "Yang afdal dan sunnah adalah yang berkhotbah, dialah yang menjadi imam sehingga dia menjadi imam dan khotib di hari Jumat, demikian pula ini berlaku pada hari Id. Namun, jika ternyata khotibnya tidak dimudahkan untuk itu, seperti ada sesuatu yang menjadi penghalang akan hal itu, salatnya sah. Demikian pula kalau memang keinginannya untuk menjadi imam saja dan tidak berkhotbah bahkan dia mencari ganti orang untuk berkhotbah, tidak mengapa.  Pendapat yang benar dalam hal ini adalah tidak mengapa orang yang menjadi imam bukan orang yang berkhotbah, inilah pendapat yang benar. Karena khotbah merupakan ibadah tersendiri dan salat juga ibadah tersendiri. Namum, yang afdal dan lebih utama adalah satu orang yang menjalankan kedua tugas tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan  para khulafa' setelah beliau. Yang sesuai dengan sunnah adalah yang menjadi imam, dialah yang menjadi khotib, namun, jika ada kendala tertentu sehingga dia menjadi imam saja bukan khotib, tidak mengapa." (https://binbaz.org.sa/fatwas/6847/%D8%AD%D9%83%D9%85-%D8%A7%D8%B4%D8%AA%D8%B1%D8%A7%D8%B7-%D8%A7%D9%86-%D9%8A%D9%83%D9%88%D9%86-%D8%A7%D9%84%D8%AE%D8%B7%D9%8A%D8%A8-%D9%88%D8%A7%D9%84%D8%A7%D).  Wallahu A'lam 📃 𝐒𝐮𝐦𝐛𝐞𝐫: 𝐌𝐚𝐣𝐦𝐮'𝐚𝐡 𝐚𝐥-𝐅𝐮𝐝𝐡𝐚𝐢𝐥 ✉️ 𝐏𝐮𝐛𝐥𝐢𝐤𝐚𝐬𝐢: https://t.me/TJMajmuahFudhail
setahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum meminum obat yang mengandung alkohol

HUKUM MINUM OBAT YANG MENGANDUNG ALKOHOL Pertanyaan, . بسم الله الرحمن الرحيم Izin bertanya Ustadz. Apa hukum meminum obat yang mengandung sedikit alkohol? بارك الله فيكم Jawaban,  al-Ustadz Abu Fudhail 'Abdurrahman bin 'Umar hafizhahullah,  Hal ini telah dijawab oleh syekh Abdulaziz Ibnu Baz. Beliau rahimahullah berkata,  هذا فيه تفصيل: إذا عرفت أن هذه الأدوية فيها ما يسكر كثيره فاجتنبها، وأما إذا لم تعلم فالأصل الإباحة والحمد لله، الأصل في الأدوية الإباحة، والأصل في الطعام الإباحة، قال تعالى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ [البقرة:172] وقال تعالى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلالًا طَيِّبًا [البقرة:168]. فالأصل الإباحة إلا ما عرفت أنه محرم، فإذا كان الدواء بين لك الأطباء أن فيه ما يسكر كثيره، يعني: مواد مسكرة فاجتنبه، وأما إذا لم يتبين لك ذلك، أو نصحك الأطباء بأنه طيب فلا بأس والحمد لله، نعم. "Dalam hal ini terdapat rincian:  Jika engkau mengetahui bahwa obat-obatan ini, padanya terdapat sesuatu yang memabukkan jika dikonsumsi banyak, maka tinggalkan.  Adapun jika engkau tidak mengetahui, maka secara asal hukumnya boleh walhamdulillah. Hukum asal dalam obat-obatan adalah boleh, demikian pula pada makanan. Allah ta'ala berfirman,  'Wahai orang-orang yang beriman makanlah dari yang baik-baik apa yang telah kami anugerahkan kepada kalian dan bersyukurlah kepada Allah' (al-Baqarah: 172).  Allah ta'ala berfirman,  'Wahai sekalian manusia makanlah dari apa yang ada di muka bumi ini dengan halal lagi baik' (al-Baqarah: 168).  Maka hukum asalnya adalah boleh. Kecuali yang telah engkau ketahui bahwa benda itu haram. Apabila dokter menerangkan kepadamu bahwa obat ini padanya terdapat kandungan yang memabukkan jika dikonsumsi banyak. Yakni bahan yang memabukkan, maka tinggalkan. Adapun jika dia tidak menerangkan kepadamu hal itu, atau para dokter menasihatkan kepadamu bahwa obat itu baik, maka tidak mengapa walhamdulillah" (Rekaman tanya jawab dari Nurun ala ad-Darb dengan judul hukmu ad-Dawaa' al-Muhtawii 'alaa nisbatin min al-Kuhuul.  https://binbaz.org.sa/fatwas/9013/%D8%AD%D9%83%D9%85-%D8%A7%D9%84%D8%AF%D9%88%D8%A7%D8%A1-%D8%A7%D9%84%D9%85%).  Dari penjelasan syekh di atas rahimahullah, menunjukkan tidak perlu bagi kita untuk bertanya apakah ini memabukkan atau tidak jika dikonsumsi banyak, jika sang dokter menerangkan kepada kita demikian baru kita tinggalkan, jika dia tidak menerangkan, maka secara asal, hukumnya halal tanpa perlu kita memberat-beratkan diri dengan menanyainya. Baca juga penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin tentang hukum alkohol sebagai campuran obat Wallahua'lam 📃 𝐒𝐮𝐦𝐛𝐞𝐫: 𝐌𝐚𝐣𝐦𝐮'𝐚𝐡 𝐚𝐥-𝐅𝐮𝐝𝐡𝐚𝐢𝐥 ✉️ 𝐏𝐮𝐛𝐥𝐢𝐤𝐚𝐬𝐢: https://t.me/TJMajmuahFudhail
setahun yang lalu
baca 2 menit

Tag Terkait