kata mutiara

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

wasiat mendalam syaikhul islam ibnu taimiyah

WASIAT MENDALAM SYAIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYYAH Wasiat ini sebenarnya adalah permintaan dari Abul Qasim bin Yusuf As-Sabtiy kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah untuk memberinya wasiat yang ringkas namun padat. Berkata Abul Qasim As-Sabtiy. Dipersilakan untuk guru kami, Asy-Syaikh, Al-Faqih, Al-Humam, Al-Fadhil, Al-Alim, generasi salaf yang masih tersisa, panutan generasi yang setelahnya, Al-Mubdi', Al-Mughrib, Al-Mu'rib, Al-Mushfih, orang paling berilmu yang pernah aku jumpai di timur dan barat, Taqiyyuddin Abul Abbas bin Taimiyyah; semoga Allah melanggengkan berkah-Nya kepada beliau. Supaya berkenan memberi wasiat kepadaku dengan; 1. Hal-hal yang padanya terdapat kebaikan untuk agama dan duniaku. 2. Menunjuki kepadaku satu kitab yang bisa menjadi peganganku dalam mempelajari ilmu hadits maupun ilmu-ilmu syar'i yang lain. 3. Memberitahukan kepadaku amalan-amalan yang paling utama setelah amalan-amalan yang wajib. 4. Dan menjelaskan kepadaku profesi yang paling baik. Semuanya ini kami mengharapkan wasiat yang ringkas. Semoga Allah menjaga beliau, serta salam sejahtera, berkah-Nya, dan rahmat-Nya tercurah kepada beliau. Syaikhul Islam menjawab; Segala puji milik Allah; Rabb semesta Alam. Aku tidaklah mengetahui sebuah wasiat yang lebih bermanfaat daripada wasiat Allah dan rasul-Nya, bagi siapa yang mau memahami dan mengikutinya. Allah Ta'ala berfirman; وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَاِيَّاكُمْ اَنِ اتَّقُوا اللّٰهَ "Dan sungguh, Kami telah mewasiatkan kepada orang-orang diberi kitab sebelum kalian, dan juga kepada kalian supaya kalian bertakwa kepada Allah". Qs. An-Nisa: 131 Nabi ﷺ ketika mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman berkata kepadanya; يا معاذ، اتق الله حيثما كنت، و أتبع السيئة الحسنة تمحها، و خالق الناس بخلق حسن "Wahai Muadz, bertakwalah kamu kepada Allah di manapun kamu beradan, ikutilah perbuatan jelek dengan perbuatan baik niscaya (perbuatan baik itu) akan menghapusnya, dan pergauilah manusia dengan budi pekerti yang baik".  HR. Tirmidzi. Mu'adz radhiyallahu'anhu itu memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Nabi ﷺ, beliau pernah bersabda kepadanya, "Wahai Muadz, demi Allah! Sesungguhnya aku mencintaimu". Beliau juga pernah memboncengnya. Diriwayatkan bahwa beliau berkata tentang Muadz bahwasannya Ia adalah ummatnya yang paling tahu perkara halal dan haram. Dan bahwa Ia nanti dibangkitkan selangkah di depannya para ulama. Dan di antara yang menunjukkan keutamaan Muadz adalah bahwasannya Nabi ﷺ mengutusnya ke Yaman sebagai Muballigh, pendakwah, pengajar ilmu, mufti, dan hakim.  Dahulu para shahabat menyerupakan Muadz dengan Nabi Ibrahim Al-Khalil. Dan Nabi Ibrahim adalah panutan manusia.  Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu berkata; "Sesungguhnya Muadz adalah sosok panutan, taat kepada Allah, lurus tauhidnya, dan bukan termasuk golongan orang-orang yang menyekutukan Allah". Pun demikian Nabi ﷺ memberi wasiat kepadanya dengan wasiat ini (bertakwa kepada Allah). Maka diketahuilah bahwa wasiat ini merupakan wasiat yang Jami'ah; ringkas nan mencakup. Dan wasiat ini juga seperti itu bagi siapa yang mau memahaminya. Di samping itu, wasiat ini merupakan penjelasan wasiat yang terkandung di dalam Al-Qur'an; Qs. An-Nisa: 131. Adapun penjelasan bahwa wasiat ini merupakan wasiat yang ringkas nan mencakup adalah setiap hamba itu diberi kewajiban untuk menunaikan dua hak; yaitu hak Allah, dan hak para hamba. Kemudian, di dalam menuaikan hak ini, seorang hamba pastilah ada kekurangan dalam menuaikannya. Adakalanya meninggalkan perintah, atau menerjang larangan. Karenanya, Nabi ﷺ bersabda, "Bertakwalah kamu di manapun kamu berada". Sebagai perwujudan butuhnya seorang hamba terhadap ketakwaan, baik saat sendirian maupun ketika di tengah khayalak ramai. Kemudian beliau ﷺ bersabda, "Dan ikutilah perbuatan jelek dengan perbuatan baik niscaya (perbuatan baik itu) akan menghapusnya".  Sesungguhnya dokter ketika mendapati pasien yang sakit karena mengkonsumsi sesuatu yang bermudarat, ia akan memerintahkan kepadanya untuk mengkonsumsi sesuatu yang memperbaikinya (penawarnya). Dosa itu sudah kepastian dilakukan oleh hamba. Maka orang yang cerdas adalah yang selalu melakukan kebaikan-kebaikan yang akan menghapus kejelekan-kejelekan. Dan di dalam lafazh hadits kata kejelekan didahulukan -meskipun ia berupa maf'ul- karena yang dimaksudkan dengannya adalah penghapusannya, bukan melakukan kebaikannya. Maka jadilah sabda Nabi ﷺ ini seperti sabdanya kepada seorang badui, "Siramlah air kencingnya dengan setimba air". Dan hendaknya kebaikan yang dia lakukan itu kebalikan dari perbuatan jeleknya karena yang demikian akan lebih dalam menghapusnya. #TERJEMAH KITAB  https://t.me/RaudhatulAnwar1
setahun yang lalu
baca 4 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

untaian kalimat hikmah abul fath al-busty

UNTAIAN KALIMAT HIKMAH ABUL FATH AL-BUSTY RAHIMAHULLAH [ 01 Hakikat Harta Seorang ] زيـادَةُ المَرء فـي دُنيـاهُ نقصـانُ * * * وربْحُـهُ غَيرَ محض الخَير خُسـرانُ وكُل وِجـدانِ حَظٍّ لا ثَبـاتَ لَـهُ* * * فإنَّ مَعنـاهُ فـي التَّحقيق فُقْـدانُ Seorang yang hartanya bertambah sejatinya justru berkurang.¹ Pendapatannya bila murni dihabiskan bukan pada kebaikan adalah kerugian.² Setiap perolehan yang didapat namun tidak menetap, maka hakikat sebenarnya adalah kehampaan. ³ 📚 Unwānul Hikam: bait 1-2 . PENJELASAN 1. Seorang yang hartanya bertambah sejatinya justru berkurang. Karena masing-masing orang telah ditentukan jatah rezkinya. Sebagaimana disebut dalam sebuah hadits,  ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الـْمَلَكُ فَيَنفُخُ فِيْهِ الرٌّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ "Kemudian diutus malaikat kepada janin itu, lalu meniupkan ruh padanya dan diperintahkan untuk menulis empat kalimat; menulis rezkinya, ajalnya, amalannya, dan (apakah) dia sengsara atau bahagia". HR. Bukhari dan Muslim. Jadi, ketika seorang bertambah hartanya di dunia ini, hakikatnya itu mengurangi jatah rezki yang ditentukan untuknya. Seperti umur; manakala seorang bertambah umurnya, hakikatnya umurnya berkurang dan semakin mendekati ajal. 2. Pendapatannya bila murni dihabiskan bukan pada kebaikan adalah kerugian. Yakni, ketika harta dihabiskan untuk perkara sia-sia maka itu berbalik menjadi kerugian bagi pemiliknya. Allah Ta'ala berfirman, وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا عَلَى النَّارِۗ اَذْهَبْتُمْ طَيِّبٰتِكُمْ فِيْ حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَاۚ فَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَا كُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَبِمَا كُنْتُمْ تَفْسُقُوْنَ  "Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (seraya dikatakan kepada mereka), “Kamu telah menghabiskan (rezeki) yang baik untuk kehidupan duniamu dan kamu telah bersenang-senang (menikmati)nya; maka pada hari ini kamu dibalas dengan azab yang menghinakan karena kamu sombong di bumi tanpa mengindahkan kebenaran dan karena kamu berbuat durhaka (tidak taat kepada Allah).” Qs. Al-Ahqaf: 20 3. Setiap perolehan yang didapat namun tidak menetap, maka hakikat sebenarnya adalah kehampaan. Harta seorang yang sebenarnya adalah yang dia membelanjakannya untuk perkara kebaikan, maka itulah harta simpanan yang kekal hingga sampai akhirat. عن عائشة رضي اللَّه عنها: أَنَّهُمْ ذَبَحُوا شَاةً، فقالَ النَّبِيُّ ﷺ: مَا بَقِيَ مِنها؟ قالت: مَا بَقِيَ مِنها إِلَّا كَتِفُهَا، قَالَ:بَقِي كُلُّهَا غَيرَ كَتِفِهَا رواه الترمذي وقال: حديث صحيح. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya mereka menyembelih kambing (dan meyedekahkannya). Nabi ﷺ berkata, “Apa yang tersisa darinya (kambing)?” Aisyah berkata, "Tidak tersisa darinya kecuali bahunya". Nabi ﷺ berkata, “Tersisa seluruhnya kecuali bahunya.” HR. at-Tirmidzi dan berkata, hadis ini shahih. Maksudnya, harta yang disedehkan itulah yang tersisa; kekal hingga di akhirat nanti. Adapun harta yang tidak dibelanjakan untuk kebaikan, maka itu akan lenyap. Harta yang ia tumpuk, hakikatnya bukan harta miliknya, namun harta ahli warisnya; ketika datang ajal, semua hartanya akan ia tinggalkan. Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah Ta'ala berfirman, ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻣَﺎﻟِﻰ ﻣَﺎﻟِﻰ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟَﻪُ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻟِﻪِ ﺛَﻼَﺙٌ ﻣَﺎ ﺃَﻛَﻞَ ﻓَﺄَﻓْﻨَﻰ ﺃَﻭْ ﻟَﺒِﺲَ ﻓَﺄَﺑْﻠَﻰ ﺃَﻭْ ﺃَﻋْﻄَﻰ ﻓَﺎﻗْﺘَﻨَﻰ ﻭَﻣَﺎ ﺳِﻮَﻯ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻬُﻮَ ﺫَﺍﻫِﺐٌ ﻭَﺗَﺎﺭِﻛُﻪُ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ “Hamba berkata, “Harta-hartaku.” Bukankah hartanya itu hanyalah tiga: yang ia makan dan akan sirna, yang ia kenakan dan akan usang, yang ia beri yang sebenarnya harta yang ia kumpulkan. Harta selain itu akan sirna dan diberikan kepada orang-orang yang ia tinggalkan.” HR. Muslim no. 2959. --------------------- [ 02 Dunia Itu Fana ] يا عامِـراً لخَـرابِ الدَّارِ مُجتهِـداً* * * باللهِ هـل لخَـرابِ العمر عُمـرانُ "Wahai yang menghuni dunia yang akan sirna, yang bersungguh-sungguh (menumpuk harta dan membangun bangunan), dengan menyebut Allah (daku bertanya padamu), apakah orang yang habis usianya dia memiliki dua umur (punya kesempatan hidup kedua)?" 📚Unwānul Hikam, bait ke-3 PENJELASAN Dunia itu fana. Semuanya akan sirna; bangunannya akan hancur, dan para penghuninya akan dikembalikan kepada Allah.  Pun demikian, banyak manusia melalaikan hal ini. Mereka sibuk mengisi harinya dengan menumpuk harta dan membangun tempat-tempat tinggal yang megah. Berinvestasi untuk masa depan. Seperti akan tinggal selamanya di dunia. Seakan dunialah tempat tinggal yang sesungguhnya. Tentulah hal ini merupakan kesia-siaan. Mereka terluputkan dari perkara terpenting di kehidupan dunia ini; yaitu beribadah kepada Allah, sebagai bekal menuju akhirat; kehidupan sesungguhnya, yang kekal nan abadi. Rasulullah ﷺ bersabda, اللهم لا عيش إلا عيش الآخرة "Ya Allah, tidak ada kehidupan (yang yang hakiki) kecuali kehidupan di akhirat". HR. Bukhari 4098 Penggambaran tentang dunia juga sangat gamblang diterangkan oleh Rasulullah ﷺ. Beliau bersabda, ما لي وما للدُّنيا ، ما أنا في الدُّنيا إلَّا كراكبٍ استَظلَّ تحتَ شجرةٍ ثمَّ راحَ وترَكَها. "Apa urusanku dengan dunia. Aku di dunia tidak lain seperti seorang musafir yang bernaung di bawah pohon, untuk istirahat, kemudian meninggalkannya" HR. Tirmidzi 2377. Demikianlah, dunia ini hanyalah sementara. Sebagai jembatan menuju kehidupan selanjutnya; akhirat. Tentulah orang yang dia bernaung di bawah pohon untuk istirahat dari melakukan perjalanan, ia tidak akan bertinggal lama-lama di situ, apalagi membangun istana. Ia hanya berhenti secukupnya, kemudian melanjutkan perjalanan. Maka orang yang berakal, dia tidak akan terlena dengan kesenangan dunia. Tidak akan menjadikan dunia sebagai fokus utamanya, namun ia jadikan sebagai perantara menuju akhirat, kehidupan yang sesungguhnya. Allah ta'ala berfirman, وما الحياةُ الدّنيا إلا لَعِبٌ ولهوٌ وللدّارُ الآخرةُ خيرٌ للذينَ يتّقونَ أفلا تَعقلونَ "Dan kehidupan dunia hanyalah kehidupan yang penuh permainan dan hiburan yang memperdayakan. Dan sungguh kehidupan akhirat jauh lebih baik, bagi orang-orang yang bertaqwa. Tidakkah kalian tidak berpikir?" [QS. Al-An'am: 32] Al-Imam Muhammad Al-Munbajja menukil dari sebagian pujangga, يحسب الجاهل الشيء الذي هو لا شيء شيئا و الشيء الذي هو الشيء لا شيء Orang jahil menganggap sesuatu yang bukan sesuatu adalah sesuatu (yang hakiki), dan (menganggap) sesuatu yang itu sesuatu (yang hakiki) itu bukan sesuatu. [ Tasliyatu Ahlil Mashaa-ib: 21 ] Maksudnya: orang jahil memandang kehidupan dunia yang semu; bukan kehidupan sesungguhnya, dianggapnya sebagai kehidupan yang hakiki. Sedangkan kehidupan akhirat yang itu merupakan kehidupan hakiki, dianggapnya tidak nyata. Berkata Al Imam Asy Syafi'i rahimahullah, dalam bait syairnya: إن لله عبادا فطنا    تركوا الدنيا وخافوا الفتنا... نظروا فيها فلما علموا   أنها ليست لحي وطنا... جعلوها لجة واتخذوا   صالح الأعمال فيها سفنا... "Sesunggunnya Allah memiliki hamba-hamba yang cerdas... Mereka meninggalkan dunia, dan takut tertimpa fitnah... Mereka melihat dunia, maka ketika mereka tahu... Bahwasanya dunia bukanlah tempat tinggal yang hakiki. Merekapun meninggalkannya... Mereka menjadikannya seumpama samudra... Dan mereka menjadikan amal sholeh sebagai bahteranya... [Dhiwan Al Imam Asy Syafi'i. Hal: 10]. ------------------------- [ 03 Ambisi Harta Dunia Merusak Akhirat ] ويا حَريـصاً على الأموالِ تَجمَعُهـا* * * أُنْسِيـتَ أنَّ سُرورَ المـالِ أحْـزانُ "Wahai yang berambisi menumpuk-numpuk harta, engkau telah lupa, bahwasannya kesenangan harta sejatinya adalah kesedihan" PENJELASAN Ambisi terhadap harta dunia merupakan perkara tercela dan bisa merusak akhirat seorang. Rasulullah ﷺ bersabda, لو أن لابنِ آدمَ واديًا من ذَهَبٍ أَحَبَّ أن يكونَ له واديانِ، ولَنْ يملأَ فَاهُ إلا الترابُ، ويَتُوبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ "Seandainya anak keturunan Adam (manusia) itu memiliki satu lembah emas, niscaya ia ingin punya dua. Padahal (akhir hidupanya) tenggorokannya tidaklah terisi selain tanah. Dan Allah menerima taubat mereka yang bertaubat." HR. Bukhari 6439 Ambisi terhadap harta dunia ada dua keadaan: Pertama: sangat menyukai harta yang diiringi dengan berlebihan dalam mencarinya dan masih dari jalur yang mubah. Hal ini bisa merusak akhirat seorang, karena dengan itu dia akan mencurahkan waktu-waktunya yang berharga untuk mencari harta, dan melalaikan bekal akhiratnya. Semestinya bagi seorang dia menjadikan dunia sebagai perantara menuju akhirat. Sebagian salaf mengatakan, "Jadikan dunia di tanganmu, jangan kamu masukkan ke dalam hatimu". Karena kalau cinta harta dunia sudah masuk ke dalam hati, niscaya itu yang akan menjadi prioritas hidupnya, sehingga menjadi sibuk mengejar harta dunia dan melupakan akhirat.  Namun, begitulah keadaan kebanyakan orang. Mereka memandang dengan sebelah mata. Dunia yang akan mereka tinggalkan, mereka terus mengejarnya. Sementara untuk perkara akhirat yang kekal abadi, mereka lalaikan. Kedua: ambisi yang mendorong seorang untuk mencari harta dunia dengan segala cara; tanpa perduli halal dan haram. Di samping itu, dia juga menghalangi hak wajib hartanya.  Tentulah hal ini akan melunturkan agama dan keimanan seorang.  Sebagian salaf mengatakan, "Kebakhilan adalah ambisi yang sangat yang mendorong seorang untuk mengambil segala sesuatu meski dengan cara yang tidak halal, dan menghalangi hak-hak harta". Setiap kesenangan harta dunia yang tidak digunakan dalam ketaatan kepada Allah, maka akan berbalik menjadi siksa di akhirat nanti. Pun demikian harta dunia itu akan lenyap.  Hampir-hampir tidak didapati orang yang kaya di dunia ini merasa tenang hatinya. Ia akan selalu berpikir apa yang akan aku gunakan dengan harta ini? Ke mana aku belanjakan? Bagaimana kalau habis? Karenanya, hal itu menjadikan kesenangannya berubah menjadi kesedihan. Mencari harta dunia tidaklah tercela secara muthlak. Namun, yang tercela manakala dia menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya hingga melalaikan Allah, dan bekal akhirat. Allah Ta'ala berfirman, فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ "Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung". Qs. Al-Jumu'ah: 10 Sungguh berbeda keadaan orang yang mementingkan akhirat dengan orang yang mementingkan dunia. Orang yang mementingkan akhirat, dia tidur dan terbangun dengan tenang diiringi dengan berdzikir kepada Allah. Tentram hati dan jiwanya. Ia pasrahkan kepada Allah dengan tawakkal, tanpa mencemaskan dunia. Sedangkan orang yang mementingkan dunia, diliputi kegelisahan saat hendak tidur. Tidak tenang. Tatkala bangun, dibayang kecemasan, ini-itu.  Dan hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan. ---------------- [04 Dunia Itu Keruh] Berkata Al-Imam Abul Fath Al-Busty rahimahullah; زَعِ الفـؤادَ عـنِ الدُّنيـا وزينتهـا * * * فصَفْوُها كَدَرٌ والوَصـلُ هِجْـرانُ "Palingkanlah hati dari dunia dan perhiasannya, karena jernihnya itu keruh, dan menyambungnya sejatinya terputus"  📚Unwanul Hikam, bait 5. PENJELASAN Dunia ( الدنيا ) terambil dari kata ( الدني ) yang artinya rendah. Dinamakan demikian karena memang dunia itu rendah. Kamu tidaklah menjumpai dunia disebut di dalam Al-Qur'an dan hadits melainkan disebut dengan kerendahan. Dunia itu fana, kesenangan memperdaya, dunia itu terlaknat dan semisal itu. Allah Ta'ala berfirman, وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” QS. Ali Imran 185 Allah ta'ala juga berfirman; وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”. QS. Al An’am:32. وَفَرِحُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مَتَاعٌ  "Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” QS. Ar Ra’d: 26 Nabi ﷺ  bersabda: أَلَا إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلا ذكرُ الله وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ  “Ketahuilah sesungguhnya dunia itu terlaknat, terlaknat apa saja yang ada didalamnya kecuali dzikir kepada Allah, amalan yang mendekatkan kepada Allah, orang yang berilmu atau orang yang belajar  ilmu” [HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah dihasankan oleh Al-Albani dalam Misykah al-Mashabih 3/1431] Imam Ibnu Rajab dalam Jami'ul Ulum Wal Hikam menerangkan, “Dunia itu dan apa saja yang ada di dalamnya terlaknat. Yang dimaksud terlaknat adalah dunia itu menjauhkan dari Allah karena dunia menyibukkan (manusia) dari (ingat kepada) Allah Ta’ala kecuali;  Ilmu yang bermanfaat yang menuntun kepada Allah dan mengenal-Nya serta ilmu yang mendekatkan kepada-Nya dan mendapatkan ridha-Nya. Dan dzikir kepada Allah dan setiap amalan yang mendekatkan diri kepada Allah". Demikian hakikat dunia. Jernihnya adalah keruh. Kesenangannya menipu. Hanya sementara kemudian lenyap. Allah Ta'ala berfirman; مَا عِندَكُمْ يَنفَدُ  وَمَا عِندَ ٱللَّهِ بَاقٍ  "Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal". Qs. An-Nahl: 96 Dunia akan sirna. Maka kerugian akan didapat bagi siapa yang mencurahkan hidupnya hanya untuk dunia. Ia akan terhalang dari bagiannya di akhirat. Inilah makna ucapan Abul Fath Al-Busty, "menyambungnya sejatinya l terputus". Yakni; terputus dari Allah dan negeri akhirat. Allah ta'ala berfirman; مَن كَانَ يُرِيدُ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَٰلَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ أُو۟لَٰئِكَ ٱلَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِى ٱلْءَاخِرَةِ إِلَّا ٱلنَّارُ  وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا۟ فِيهَا وَبَٰطِلٌ مَّا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ "Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan" Qs. Hud: 15-16. Allah Ta'ala juga berfirman; فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ "Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat." Qs. Al-Baqarah: 200 Inilah hakikat dunia. Maka sepatutnya seorang yang beriman tidak terperdaya dengannya. Para salaf terdahulu menasihatkan, "Jadikan dunia di tanganmu, dan jangan kamu masukkan ke dalam hatimu". Sumber : https://t.me/RaudhatulAnwar1
setahun yang lalu
baca 11 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

tidak ada dosa besar jika beristighfar, tidak ada dosa kecil jika terus dilakukan

TIDAK ADA ISTILAH DOSA BESAR BERSAMA ISTIGHFAR, TIDAK ADA ISTILAH DOSA KECIL KALAU TERUS DILAKUKAN. Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata : لا كبيرة مع الإستغفار ولا صغيرة مع إصرار “Tidak ada Istilah dosa besar kalau diiringi istighfar, dan tidak ada istilah dosa kecil kalau dilakukan terus menerus.” Syaikh Shalih bin Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah berkata : Adapun ucapan beliau “tidak ada istilah dosa besar bersamaan dengan istighfar” maka ini bermakna, bahwasannya barangsiapa yang beristighfar kepada Allah dengan jujur dari hatinya, maka Allah akan menerima taubatnya, dan menghapus dosanya. Dan dosa kecil tidak boleh dianggap sepele, karena kalau dilakukan terus-menerus oleh seorang, maka dia akan menjadi besar dan akan menjadi dosa besar. Maka tidak sepantasnya seorang meremehkan dosa-dosa kecil, karena itu akan bisa menyeret menjadi dosa besar. Maka hendaknya seorang insan menjauhi dari perbuatan maksiat-maksiat, sama saja apakah dosa besar atau kecil. Allah ta’ala berfirman : وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ حَبَّبَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡإِيمَٰنَ وَزَيَّنَهُۥ فِي قُلُوبِكُمۡ وَكَرَّهَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡكُفۡرَ وَٱلۡفُسُوقَ وَٱلۡعِصۡيَانَۚ . “Tetapi Allah menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan (iman) itu indah dalam hati kalian, serta menjadikan kalian benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan.” (QS. Al-Hujurat, 7) Maka kekafiran itu adalah sebesar-besar dosa besar. Adapun yang dimaksud kefasikan disini adalah dosa besar yang selain kufur. Dan yang dimaksud kemaksiatan disini adalah dosa-dosa kecil. 📑 Syarh Al-Kabair hal 18 ⏩|| Grup Whatsap Ma’had Ar-Ridhwan Poso 💽||_Join chanel telegram http://telegram.me/ahlussunnahposo 🌏||_Kunjungi : https://mahad-arridhwan.com/3776/
3 tahun yang lalu
baca 2 menit

Tag Terkait