Salafy Temanggung
Salafy Temanggung oleh Abu Ubay Afa

khutbah jumat: pentingnya tauhid, fondasi hakiki kehidupan seorang muslim

7 hari yang lalu
baca 8 menit
Khutbah Jumat: Pentingnya Tauhid, Fondasi Hakiki Kehidupan Seorang Muslim
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً نَرْجُوْ بِهَا النَّجَاةَ يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُوْنَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَرْسَلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، نُوْرِ الْهُدَى وَمِصْبَاحِ الدُّجَى، وَعَلَى آلِهِ الْأَطْهَارِ وَصَحْبِهِ الْأَخْيَارِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقَرَارِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَإِنَّهَا وَصِيَّةُ اللهِ لِلْأَوَّلِيْنَ وَالْآخِرِيْنَ، وَإِنَّهَا خَيْرُ الزَّادِ لِيَوْمِ الدِّيْنِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim (berserah diri).” (QS. Ali ‘Imran: 102)

Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah,

Di atas mimbar yang mulia ini, marilah kita menundukkan jiwa, menjernihkan kalbu, untuk merenungi sebuah pilar agung yang menjadi poros dan pondasi seluruh ibadah kita. Sebuah prinsip yang tanpanya, seluruh amal laksana fatamorgana di padang pasir: tampak indah namun tiada hakikatnya. Prinsip itu adalah Tauhid, yaitu pengesaan Allah dalam ibadah dan segala keagungan-Nya.

Tauhid bukanlah sekadar kata yang terucap, bukan pula sekadar pengetahuan yang tersimpan di benak. Namun harus teraplikasikan dalam amalan.
Inilah misi yang diemban oleh setiap nabi dan rasul, dari Adam hingga Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Artinya: “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut’.” (QS. An-Nahl: 36)

Ma’asyiral Muslimin,
Para ulama pewaris nabi telah membagi tauhid ini menjadi tiga jenis tauhid agar kita mudah memahaminya

Tauhid Rububiyah: Pengakuan bahwa hanya Allah Sang Pencipta, Penguasa, Pemberi rezeki, dan Pengatur tunggal jagat raya. Ini adalah tauhid yang bahkan diakui oleh kaum musyrikin di masa jahiliyah. Namun pengakuan ini belumlah cukup.

Tauhid Uluhiyah (Tauhid Ibadah): yaitu mempersembahkan seluruh ibadah kita, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, hanya kepada Allah semata. Shalat kita, doa kita, kurban kita, tawakal kita, cinta dan takut kita, semuanya harus murni untuk-Nya. Inilah hakikat dari iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in.

Tauhid Asma’ wa Sifat: Mengimani nama-nama-Nya indah (Al-Asma’ul Husna) dan sifat-sifat-Nya yang Maha Tinggi, sesuai dengan apa yang Dia kabarkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, tanpa mengubah maknanya, menolaknya, atau menyerupakannya dengan makhluk.

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Al-Fawa’id menjelaskan hakikat ini dengan untaian kalimat yang indah:

فَحَاجَةُ الْعَبْدِ إِلَى التَّوْحِيْدِ أَعْظَمُ مِنْ حَاجَةِ الْجَسَدِ إِلَى الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ، فَإِنَّ حَيَاةَ الْجَسَدِ بِالطَّعَامِ وَالشَّرَابِ، وَحَيَاةَ الْقَلْبِ وَالرُّوْحِ بِالتَّوْحِيْدِ وَمَعْرِفَةِ الرَّبِّ

Artinya: “Maka kebutuhan seorang hamba terhadap tauhid itu lebih besar daripada kebutuhan jasad terhadap makanan dan minuman. Karena kehidupan jasad adalah dengan makanan dan minuman, sedangkan kehidupan hati dan ruh adalah dengan tauhid dan mengenal Rabb (Allah).”

Ketika tauhid ini menancap kokoh di dalam jiwa, ia akan memancarkan cahaya keimanan yang menghasilkan buah yang luar biasa:

Pertama, Menjadi Kunci Surga dan Syarat Absolut Diterimanya Amal.

Amal setinggi gunung dan sebanyak buih di lautan akan menjadi debu yang beterbangan jika ternodai oleh kesyirikan. Allah menegaskan hal ini kepada Rasul-Nya yang paling mulia:

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Artinya: “Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar: 65).

Sebaliknya, kemurnian tauhid adalah pelebur dosa. Dalam sebuah hadis qudsi yang menggetarkan jiwa, Allah berfirman:

يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لاَ تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

Artinya: “Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan dosa sepenuh bumi, kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun, niscaya Aku akan datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. Tirmidzi)

Kedua, Mendatangkan Ketenangan Jiwa dan Keamanan Hakiki.

Di dunia yang penuh ujian dan gejolak ini, hati manusia seringkali terombang-ambing oleh kecemasan. Namun, hati seorang muwahhid (ahli tauhid) laksana gunung yang kokoh. Ia tenang, karena ia tahu segala urusan berada dalam genggaman-Nya. Allah berfirman:

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am: 82)

Ketiga, Membebaskan Manusia dari Segala Bentuk Perbudakan.

Tauhid adalah kemerdekaan jiwa. Ia membebaskan kita dari perbudakan kepada harta, tahta, hawa nafsu, dan sesama makhluk. Hati menjadi merdeka karena hanya bergantung dan bertawakal kepada Allah Ta’ala.

Di zaman ini, tantangan menjaga tauhid semakin berat. Syirik tidak lagi selalu berwujud patung, namun bisa berupa ketergantungan hati kepada selain Allah, mempercayai ramalan, atau riya’ yang menyelinap halus dalam ibadah. Sufyan ats-Tsauri, seorang ulama salaf, pernah berkata,

مَا عَالَجْتُ شَيْئًا أَشَدَّ عَلَيَّ مِنْ نِيَّتِي، لِأَنَّهَا تَتَقَلَّبُ عَلَيَّ

“Tidak ada sesuatu yang paling berat untuk aku obati (luruskan) selain niatku, karena ia (niat) senantiasa berbolak-balik atasku.” (Hilyatul Auliya karya Al-Imam Abu Nu’aim al-Ashbahani)

Maka, marilah kita waspada dan terus membentengi diri dengan ilmu.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

(KHUTBAH KEDUA)

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، إِقْرَارًا بِهِ وَتَوْحِيْدًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا مَزِيْدًا.
أَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ اللهِ،

Pada khutbah pertama, kita telah mengetahui betapa agungnya tauhid.

Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah,

Tauhid yang sejati bukanlah konsep semata namun tauhid akan melahirkan akhlak-akhlak mulia. Dia mengubah cara pandang dan cara hidup seorang hamba. diantaranya adalah:

A. Tauhid melahirkan pribadi yang senantiasa bersyukur (syakir).

Ketika kesuksesan diraih dan nikmat melimpah, ia tidak akan terlena. Hatinya segera bersimpuh, mengakui bahwa semua itu adalah murni pemberian dari Allah. Lisannya senantiasa basah dengan dzikir, dan anggota badannya ia gunakan untuk semakin taat kepada-Nya. Ia terhindar dari penyakit ‘ujub dan kesombongan Qarun yang berkata, “Ini semua kudapatkan karena ilmu yang ada padaku.”

B. Tauhid pun akan membuahkan kesabaran.

Ketika badai ujian menerpa dan gelombang musibah menghantam, imannya tidak akan goyah. Ia memandang semua itu dengan kacamata tauhid, bahwa tidak ada sehelai daun pun yang gugur kecuali atas izin-Nya. Hatinya ridha, jiwanya tegar, karena ia yakin bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan.

Rasa takutnya kepada Allah mengalahkan semua rasa takut kepada makhluk. Ia tidak gentar menyuarakan kebenaran, tidak takut kehilangan jabatan, dan tidak cemas akan celaan manusia, karena ia tahu bahwa seluruh makhluk tidak akan mampu memberinya manfaat atau mudharat kecuali dengan izin Allah.

C. Tauhid membuahkan keikhlasan yang murni.

Inilah puncak dari tauhid. Setiap tetes keringat, setiap pengorbanan, setiap kebaikan yang ia lakukan, tujuannya hanya satu: mencari karidhoan Allah yang Maha Mulia. Ia tidak peduli apakah amalnya dilihat manusia atau tidak, dipuji atau dicela, karena penilaian Allah adalah satu-satunya yang ia damba.

Untuk menumbuhkan dan mengokohkan tauhid kita bisa melakukan beberapa hal sebagai berikut :

  1. Lihatlah langit yang terhampar tanpa tiang, lautan yang bergelombang, dan pergantian siang dan malam. Semua itu adalah ayat kauniyah yang terbuka, yang menunjukkan keagungan dan keesaan Sang Pencipta.
  2. Tadabbur (Mengkaji Firman-Nya): Al-Qur’an adalah kitab tauhid dari awal hingga akhir. Semakin dalam kita mendalami ayat-ayat-Nya, semakin kokoh akar tauhid dalam jiwa kita.
  3. Tadharru’ (Merendah dalam Doa): Jangan pernah bosan untuk memohon kepada Allah agar diteguhkan di atas tauhid. Panjatkanlah doa yang selalu diulang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

Artinya: “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”

Jamaah Jumat yang berbahagia,

Hidup di atas tauhid adalah kemuliaan, dan wafat di atasnya adalah puncak kebahagiaan. Marilah kita akhiri khutbah ini dengan menundukkan jiwa, memohon dengan penuh harap kepada Rabb yang Maha Mendengar.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.
اللَّهُمَّ أَحْيِنَا عَلَى التَّوْحِيْدِ وَالسُّنَّةِ، وَأَمِتْنَا عَلَى التَّوْحِيْدِ وَالسُّنَّةِ، وَاحْشُرْنَا فِي زُمْرَةِ أَهْلِ التَّوْحِيْدِ وَالسُّنَّةِ.
اللَّهُمَّ طَهِّرْ قُلُوْبَنَا مِنَ النِّفَاقِ، وَأَعْمَالَنَا مِنَ الرِّيَاءِ، وَأَلْسِنَتَنَا مِنَ الْكَذِبِ، وَأَعْيُنَنَا مِنَ الْخِيَانَةِ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ،
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ.
فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.